Dulu sewaktu muda saya sebel banget kalau liat anak masih printil- printil udah disekolahin. Menurut saya seharusnya sekolah itu agen sosialisasi kedua setelah keluarga. Jadi anak batita harusnya “belajar” dari keluarga bukan sekolah. Dulu saya melihat anak usia dini yang disekolahkan sebagai akibat kegagalan keluarga menyempatkan diri bonding bersama anak. Misalnya kedua orang tua sibuk sehingga keluaga menyerahkan “pendidikan” tersebut kepada sekolah. Hahaha, berat yaaa mikirnyaa plus sotoy pula.. Namun setelah punya anak pelan- pelan pandangan saya mulai berubah. Saat saya mendapati Abi, anak pertama saya, memiliki pribadi yang introvert. Abi cenderung pendiam, kurang merespon berbagai mainan dan tidak mau gabung sama anak lain seusianya. Jadi kalau ketemu anak seumurannya dia mengambil mainan dan memilih untuk main sendiri. Terus kenapa? Ya nggak apa- apa sih, bisa juga karakter Abi memang introvert seperti itu. Nah cumaaaan, sayanya panik karena saya takut Abi tidak memiliki social skills yang baik pada saat dia besar nanti.
Singkat cerita, suatu hari saya bertemu dengan seorang suster di apartemen tempat kami tinggal. Dia bercerita bahwa anak yang dia asuh awalnya seperti Abi. Lalu setelah masuk sekolah usia dini (pre-nursery school), perlahan- lahan mulai berubah. Anaknya pelan- pelan mulai talkative, mau bermain bersama anak lain dan sekarang aktif bangeetss.. Percakapan sore itu cukup menginspirasi saya. Kesesokannya saya mulai mencari dan trial di beberapa pre-nursery school dekat rumah. Akhirnya saya memutuskan untuk menyekolahkan Abi pada salah satu sekolah tersebut. Sejak sekolah perkembangan Abi perlahan- lahan mulai terlihat. Nggak instan yaa ibu- ibu.. Mie kali instan.. *tetep dagelan. Perkembangannya memang perlahan tapi lama- lama terihat signifikan. Terlihat sekali perbedaa pada pribadi Abi, semacam before dan after. LOL. Nah selama Abi sekolah banyak sekali loh pro dan kontra di sekitar saya. Keluarga dan teman dekat saya sering banget bilang saya tega sekolahin anak padahal usianya masih 1,5 tahun. Mereka mempertanyakan apakah sebenarnya anak usia batita harus mulai disekolahkan. Tulisan ini adalah sharing pengalaman saya. Opinion 1 : Sekolah usia dini adalah trend semata. Saya dulu nggak pakai sekolah usia dini segala dan hasilnya nggak ada masalah apa-apa tuh. Trend? Iya betul. Ini adalah trend. Tapi bukan cuma “trend aja”. Salah satu artikel yang ditulis oleh dr. Atien Nur Chamidah, staff pengajar FIP UNY mengatakan bahwa perkembangan ilmu tumbuh kembang anak menemukan fakta baru yaitu kualitas seorang anak dapat dinilai dari proses tumbuh kembang, yaitu hasil interaksi faktor genetik dan faktor lingkungan. Fase awal perkembangan anak dimulai dari kemampuan fungsional, yaitu kognitif, motorik, emosi, sosial, dan bahasa yang kemudian akan menentukan perkembangan fase selanjutnya. Kekurangan pada salah satu aspek perkembangan dapat mempengaruhi aspek lainnya. Hal ini dapat dicapai melalui stimulasi dimana otak akan semakin berkembang apabila stimulasi yang diberikan semakin banyak. Anak perlu mendapat lingkungan yang merangsang pertumbuhan otak dan selalu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pre-nursery school merupakah salah satu stimulan pada fakor lingkungan anak. Jadi nggak ada salahnyakan kalau kita percepat stimulasi pada anak melalui pre-nursery school? Opinion 2 : Harus banget ya dimulai dari batita? Menurut hemat saya perubahan jaman mendorong perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Hal ini menyebabkan banyak nantinya akan mulai bermuculan tantangan baru. Contohnya adalah waktu saya kecil, pendidikan bahasa inggris dimulai pada kelas 6 SD dimana saat itu kemampuan berbahasa Inggris merupakan keahlian tambahan saja (bukan utama). Sekarang anak TK pun udah fasih banget berbahasa Inggris. Sehingga ada baiknya jika kita bisa mempersiapkan anak (salah satunya melalui sekolah usia dini) agar kedepannya mampu bersaing, kreatif dan kritis sesuai dengan tuntutan jamannya. Opinion 3 : Jadi anak yang nggak sekolah dini nggak bisa bersaing dong? Nggaak laa bun.. Nggak ada teori atau penelitian yang saklek mengatakan anak harus sekolah atau tidak pada usia dini. Sekali lagi kebutuhan anak berbeda- beda sehingga treatment-nya juga pasti akan berbeda. Buat saya pre-bursery school sifatnya adalah percepatan sehingga memudahkan saya (dan anak saya kedepannya nanti). Tulisan ini adalah pemikiran dan pengalaman pribadi saya. Mungkin cocok pemikiran dengan buibu, ada juga yang tidak. Tapi jangan lupa bun, memilih sekolah dini atau tidak, stimulasi pada anak utamanya harus datang dari ayah, ibu dan extended family seperti kakek/nenek atau kerabat dekat. Sekolah itu sifatnya membantu memfasilitasi saja. Karena itu, baiknya orang tua memilih sekolah yang memiliki nilai dan norma yang sama atau mirip dengan yang diberlakukan di rumah. Untuk buibu yang mulai tertarik atau kepo sama pre-nursery school, bisa mulai cari informasi dan cobain trial masing- masing sekolah ya. Daaaan… Ingaaat!! Bukan berarti kalau sudah join pre-nursery school ortunya bisa santai main hp terus yaa. LOL.
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorHello to all die hard mom. I’m Savitri Makes, this blog is about my life surrounded by two little munchkin finding perfect parenting platform. Inspiring? Not really. More like me sharing insights about #motherhoodlyfe. Enjoy! Archives
December 2021
Categories |