Hello, I'm Savitri Makes!
  • Home
  • About
  • Blog
    • Review >
      • Places
      • Stuff
    • Playdate
    • GreenMama
    • Self Thoughts
    • All
  • Contact
  • Subscribe
  • Blog
Picture

Ajari Kebaikan Lewat Edifikasi

6/17/2021

0 Comments

 
Picture
​Istilah edifikasi nampaknya tidak umum dalam dunia parenting. Saya mendengar kata “edifikasi” pada tahun 2011 saat saya aktif di MLM. Belum jadi parent ya bund pada saat itu. Masih hip-hip hura kehidupanku. Hehe. Oya, sebelumnya di artikel ini saya akan sedikit definisi konsep secara ilmiah ya bunbeb. Selamat membaca!
Edifikasi menurut Markus Kristiyanto pada satu artikelnya dalam arti sempit adalah bicara yang baik yang baik, sementara dalam arti lebih luas edifikasi adalah berpikir, bersikap, dan berkata positif.
 
Kalau dulu, saya melakukan pada saat kita bertemu dengan prospek. Saya terlebih dahulu membuka pembicaraan dengan prospek  sebelum upline datang. Saya menceritakan kehidupan singkat upline dan artinya untuk hidup saya. Contohnya: “Sebentar upline saya akan datang untuk bantu jelaskan. Seseorang yang sudah lama di bidang ini dan lebih paham tentang detailnya. Beliau adalah ibu rumah tangga lulusan SMA, namun luar biasanya dia bisa loh menginspirasi saya yang lulusan S2.”

Atas rekomendasi saya melalui kalimat edifikasi, prospek saya menjadi lebih terbuka dan respek pada upline saya. Bayangkan jika upline saya datang begitu saja dan jump in dalam pembicaraan saya dan prospek. Kemungkinan prospek saya akan menolak informasi yang disampaikan upline saya. Semacam siaposkaaa kamu??? Hehehe.
 
Nah, apa sih kaitannya dengan parenting? Yuk kita bahas.
 
Pertama segala sesuatu dunia ini adalah hasil dari proses definisi. Baik dan buruk; puas dan mengecewakan; hitam dan putih ditentukan oleh individu manusia yang sifatnya filosofis. Sayangnya filosofi merupakan sesuatu yang sering dilupakan dalam dunia parenting. Kita sering kali hanya mengajarkan kebaikan tanpa menjelaskan filosofi dibaliknya, seperti alasan mengapa kita harus berbuat baik, mengapa kita harus tolong menolong dan sebagainya.
Chung (1991) mengatakan filosofi membentuk sistem nilai individu, memberikan pedoman untuk pikiran dan perilaku seseorang dan mencerminkan bagaimana dia memvisualisasikan dunia luar dan internal (diri sendiri). Pendapat ini didukung Needleman (1991) yang mengatakan bahwa filosofi pada dasarnya mencerminkan kekuatan pikiran manusia untuk melangkah mundur dan melihat semua kehidupan dengan kehangatan objektivitas nyata. Sebelum saya mengajarkan sesuatu ke anak saya, biasanya saya diam dulu untuk berpikir ada filosofi kebaikan apa di balik yang mau saja ajarkan tersebut.

​Filosofi akan menentukan bagaimana seseorang memandang sesuai. Secara tidak sadar, kita akan menggunakan informasi yang kita miliki sebelumnya untuk memandang suatu hal. Contohnya saya merasa dari semua pekerjaan rumah yang paling tidak enak adalah seterika baju karena melelahkan dan membosankan. Ketika ART tidak ada maka pekerjaan yang paling saya malas lakukan adalah setrika baju karena sebelumnya sudah dibebani pikiran saya tentang konsep setrika.
 
Kembali ke konsep edifikasi. Saya akan menggunakan konsep edifikasi dalam teori “The Kaizen Wheel”, konsep quality management asal yang Jepang yang juga dikenal dengan “The Toyota Way” (Saito and Saito, 2012). Teori ini mengajarkan bagaimana menghormati kapasitas manusia dengan benar. Menghormati potensi manusia berarti menghargai kemampuan berpikir kita. Kaizen sebagai landasan filosofis berarti baik atau lebih baik. 
Picture
Sumber: The TQM Journal : The Kaizen Wheel – an integrated philosophical foundation for total continuous improvement Chen Hua Chung, 2018 Emerald publication

Penjelasan diatas membuat saya akhirnya menggunakan edifikasi sebagai cara untuk menggambarkan citra seseorang dengan lebih baik, lebih menarik, lebih bermanfaat.
 Filosofi Edifikasi dalam Kaizen yang diaplikasikan ke dalam pola asuh bermanfaat untuk:
(1) Melatih anak untuk  berpikiran terbuka dan tidak dibutakan oleh prasangkanya sendiri.
(2) Membiasakan anak memiliki wawasan dan pemahaman yang luas.
(3) Edifikasi membuat anak terbiasa untuk memeriksa kembali dan merevisi kerangka pemahaman.
 
Poin ketiga akan dimulai ketika anak mulai melakukan critical thinking. Mereka tentunya akan merevisi dan mempertimbangkan kembali informasi yang diberikan orang tuanya. Misalnya saya berkata si A itu sangat baik dan suka menolong orang. Pada stage usia tertentu si anak kemudian akan mencari tahu apakah yang dicetitakan mamanya itu benar. Sebelum menerapkan edifikasi pada parenting kita, perhatikan hal ini ya bunbeb.
1. Edifikasi hanya bisa dilakukan terhadap orang
     Harus dipahami bahwa edifikasi tidak dilakukan untuk meilai suatu barang ya bun.
2. Edifikasi = Penghargaan
    Melalui kalimat edifikasi kita menghargai orang lain.
3. Power of orang ke-3
   Manfaat ini akan dirasakan jika anak sudah besar dan masuk ke dunia nyata. Dengan ini anak akan menyadari bahwa dia bisa memprosikan dirinya melalui orang lain.
4. Fokus pada kebaikan
 Edifikasi terbiasa untuk menilai orang dengan berfokus pada nilai positif dibanding kekurangannya.
5. Edifikasi = affirmasi
  Kalimat positif pada edifikasi memberikan signal baik pada otak sehingga anak membaisakan diri untuk berpikir, berperilaku dan merespon segala sesuatu dengan positif.
 
Membingungkankah bund? Gampangnya edifikasi itu racunin pikiran anak dengan sesuatu yang positif. Edifikasi bertujuan agar anak memiliki referensi positif. Selamat mencoba!


Refference:

Chan, W.T. (1963), A Source Book in Chinese Philosophy, Princeton University Press, Princeton, NJ.
Chung, C.H. (1999), “It’s the process: a philosophical foundation for quality management”, Total Quality Management, Vol. 10 No. 2, pp. 179-189.
Chung, C.H. (2018), “The TQM Journal : The Kaizen Wheel – an integrated philosophical foundation for total continuous improvement”, Emerald publication
Hudson, L.A. and Ozanne, J.L. (1988), “Alternative ways of seeking Knowledge in consumer research”, Journal of Consumer Research, Vol. 14, pp. 508-521.Warnke (2003)
Menand, L. (2001), The Metaphysical Club, Farrar, Straus and Giroux, New York, NY.
Meredith, J. (1998), “Building operations management theory through case and field research”, Journal of Operations Management, Vol. 16 No. 4, pp. 441-454.
Rorty, R. (1979), Philosophy and the Mirror of Nature, Princeton University Press, Princeton, NJ
Saito, A. and Saito, K. (Eds) (2012), Seeds of Collaboration: Seeking the Essence of the Toyota Production System, University of Kentucky, Lexington, KY.
Suárez-Barraza, M.F. (2011), “Standardisation without standardisation? A case study of Toyota Motor Corporation”, International Journal of Product Development, Vol. 15 No. 4, pp. 157-176.
Markus Kristiyanto. 2010. Edifikasi. https://www.kompasiana.com/pdm45/5500052ea33311237050fa78/edifikasi . Diakses pada 17 Juni 2021.
​
0 Comments



Leave a Reply.

    Picture

    Author

    ​Hello to all die hard mom. I’m Savitri Makes, this blog is about my life surrounded by two little munchkin finding perfect parenting platform. Inspiring? Not really. More like me sharing insights about #motherhoodlyfe. Enjoy!



    Archives

    December 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    November 2020
    August 2020
    July 2020
    February 2020
    November 2019
    October 2019
    August 2019
    July 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019

    Categories

    All
    Places
    Review
    SelfThoughts
    Stuff

    RSS Feed

Copyright © 2019 Savitri makes. All Rights Reserved.
  • Home
  • About
  • Blog
    • Review >
      • Places
      • Stuff
    • Playdate
    • GreenMama
    • Self Thoughts
    • All
  • Contact
  • Subscribe
  • Blog